Berita  

14 Kriteria Penerima PKH, Siapa yang Benar-Benar Layak Dibantu

14 Kriteria Penerima PKH

Program Keluarga Harapan (PKH) adalah program bantuan sosial bersyarat dari pemerintah yang bertujuan memutus rantai kemiskinan. Namun, siapa sebenarnya yang layak menerima bantuan ini? Apakah hanya soal penghasilan? Atau ada dimensi lain yang lebih kompleks? Artikel ini akan mengupas 14 kriteria penerima PKH dari sudut pandang sosial-antropologis dan kebijakan yang lebih manusiawi, bukan sekadar angka statistik.

Melampaui Sekadar “Miskin”

Banyak artikel membahas kriteria PKH dari sisi teknis: ibu hamil, balita, lansia, dan sebagainya. Tapi kita lupa, kemiskinan bukan hanya tentang kekurangan materi. Ia juga tentang terpinggirkan dari sistem, kurangnya akses, dan kehilangan harapan hidup yang layak. Oleh karena itu, 14 kriteria berikut sebaiknya dibaca ulang sebagai indikator kerentanan sosial, bukan sekadar label administratif.

1. Ibu Hamil

Secara medis, kehamilan membutuhkan asupan gizi dan kontrol kesehatan berkala. Tapi dalam keluarga miskin, kehamilan justru memperbesar risiko kematian ibu dan bayi. Bantuan PKH bukan hanya menyelamatkan dua nyawa, tapi juga mencegah generasi lahir dalam keterbatasan.

2. Anak Usia Dini (0–6 Tahun)

Ini adalah fase emas tumbuh kembang anak. Dalam keluarga rentan, anak usia dini seringkali tidak dapat akses PAUD atau makanan bergizi. PKH bertujuan memastikan bahwa anak-anak ini tumbuh tidak dalam kekurangan, baik fisik maupun mental.

3. Anak Sekolah SD/Sederajat

Tak semua anak sekolah karena ingin. Banyak yang sekolah karena dipaksa keadaan. Di sinilah PKH hadir untuk menekan angka putus sekolah. Tapi lebih jauh, ini adalah investasi terhadap masa depan bangsa yang tidak boleh diabaikan.

4. Anak Sekolah SMP/Sederajat

Pada jenjang ini, tekanan ekonomi kerap membuat anak berhenti sekolah dan mulai bekerja. Bantuan dari PKH adalah perisai terakhir agar anak-anak ini tidak dipaksa menjadi dewasa terlalu dini.

5. Anak Sekolah SMA/Sederajat

Banyak yang tidak sampai jenjang ini. Yang bertahan, biasanya karena keteguhan keluarga untuk melawan arus. PKH mendorong agar sekolah menengah atas bukan menjadi kemewahan, tapi hak yang setara bagi semua.

6. Anak Disabilitas

Bantuan bagi penyandang disabilitas bukan hanya soal belas kasih. Ini adalah bentuk pengakuan martabat manusia, bahwa semua warga negara punya hak atas perlindungan dan dukungan yang setara.

7. Lansia (≥70 Tahun)

Banyak lansia di Indonesia yang hidup sendiri, sakit-sakitan, dan tidak memiliki penghasilan tetap. Dalam budaya kita yang mengagungkan orang tua, PKH menjadi alat untuk mengembalikan nilai hormat terhadap generasi tua.

8. Kepala Keluarga Perempuan (Single Parent)

Perempuan kepala keluarga menghadapi beban ganda: bekerja dan mengurus anak. Kriteria ini menyasar keluarga-keluarga yang terpinggirkan bukan karena pilihan, tetapi karena sistem yang tak berpihak.

9. Keluarga dengan Rumah Tidak Layak Huni

Bukan sekadar masalah atap bocor atau dinding rapuh. Rumah yang tidak layak menunjukkan bagaimana hidup dijalani tanpa jaminan keamanan — secara fisik maupun psikologis. Bantuan hadir untuk mengurangi rasa takut yang terus menghantui mereka setiap malam.

10. Keluarga Tanpa Sumber Air Layak

Air adalah hak dasar. Ketika keluarga tidak memiliki akses air bersih, ini bukan hanya soal kemiskinan, tapi gagalnya sistem distribusi keadilan lingkungan. PKH hadir sebagai bentuk pengakuan atas kegagalan tersebut dan upaya memperbaikinya.

11. Keluarga dengan Anak Rentan Putus Sekolah

Tak semua anak miskin putus sekolah. Tapi banyak yang hampir. Mereka ada di jurang, dan bantuan yang tepat waktu bisa menjadi jembatan penyelamat. Kriteria ini menyasar mereka yang nyaris tenggelam, bukan yang sudah hanyut.

12. Keluarga Tidak Memiliki Akses Layanan Kesehatan

Jika sakit dianggap biasa dan tidak diperiksa karena tidak mampu, maka kemiskinan telah mematikan harapan. Kriteria ini menjangkau keluarga yang tidak tahu ke mana harus mengadu saat tubuh mulai lemah.

13. Keluarga dengan Anak Yatim Piatu

Anak yatim piatu seharusnya menjadi tanggung jawab sosial, bukan hanya keluarga. Dalam konteks PKH, mereka harus mendapat perhatian khusus sebagai mereka yang kehilangan fondasi hidup terlalu dini.

14. Keluarga Korban Bencana Alam atau Sosial

PKH juga diperluas bagi keluarga yang terkena dampak langsung bencana alam (banjir, gempa, tanah longsor) atau sosial (konflik horizontal, penggusuran). Kriteria ini menegaskan bahwa kemiskinan juga bisa datang tiba-tiba, dan negara harus cepat merespons.

baca juga : Efisiensi Anggaran 2025

PKH: Bukan Sekadar Uang, Tapi Rehabilitasi Sosial

PKH sering dianggap hanya sebagai program bagi-bagi uang. Tapi jika dibaca dari perspektif kebijakan sosial, ini adalah bentuk rehabilitasi nilai dan martabat warga negara. Bantuan ini seharusnya bukan sekadar untuk bertahan hidup, tetapi untuk pulih dan bangkit kembali.

Penutup: Apakah Kriterianya Sudah Cukup?

Pertanyaannya kini bukan hanya “siapa yang layak menerima PKH?” tetapi juga, “apa yang bisa kita lakukan agar semakin sedikit orang yang masuk ke dalam 14 Kriteria Penerima PKH ini?”

PKH bukan hanya soal membantu, tapi memutus ketergantungan dan membangun masa depan yang mandiri. Jika suatu hari tak ada lagi yang memenuhi syarat PKH, justru di sanalah keberhasilan sejati dari program ini.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses