Di tengah gelombang meme, shitposting, dan komentar absurd di media sosial, satu istilah mencuri perhatian: tobrut. Singkatan dari Toket Brutal, istilah ini memang mengandung unsur cabul, tapi justru itulah yang membuatnya naik kasta sebagai salah satu ekspresi populer netizen Indonesia yang tak bisa diabaikan.
Tapi apakah tobrut hanya sekadar candaan jorok? Atau ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar lelucon dada? Mari kita kupas fenomena ini dari sudut pandang yang lebih kritis, budaya, dan tentu saja, dengan gaya yang tetap fun.
Apa Itu Tobrut?
Secara harfiah, tobrut adalah singkatan dari toket brutal, sebuah ekspresi hiperbolik yang merujuk pada penampilan dada perempuan yang dianggap wah, over the top, atau menggelegar. Istilah ini muncul dan berkembang di media sosial, terutama dalam:
-
Meme Instagram
-
Komentar TikTok
-
Kolom shitposting Facebook
-
Grup Telegram “receh”
Biasanya digunakan dengan nada bercanda, sarkastik, atau bahkan untuk menyindir budaya overseksualisasi perempuan dalam konten digital.
Contoh penggunaan:
“Baru liat IG story si itu… tobrut sih bro 😭😭😭🔥”
“Filter doang tuh. Real life nggak setobrut itu.”
Antara Seksualisasi dan Satir Sosial
Meski terdengar frontal dan tidak sopan, istilah tobrut punya dua sisi:
1. Sisi Vulgar: Seksisme yang Diromantisasi
Tak bisa dimungkiri, tobrut sering digunakan dalam konteks objektifikasi perempuan, apalagi dalam komentar-komentar berbau misoginis. Banyak yang menjadikan tubuh perempuan sebagai bahan bercandaan visual — terutama di platform seperti TikTok atau YouTube Shorts, di mana “body reveals” dipoles dengan clickbait sensual.
2. Sisi Satir: Lelucon yang Justru Menyindir
Namun di sisi lain, banyak netizen yang menggunakan kata tobrut secara ironis — sebagai bentuk kritik sosial terhadap budaya oversexualized. Jadi ketika seseorang menulis “tobrut”, sebenarnya ia sedang:
-
Mengejek konten yang terlalu menonjolkan tubuh
-
Menyindir netizen lain yang terlalu agresif dalam komentar
-
Bermain dengan absurditas internet
Dari Meme ke Budaya Pop: Evolusi Tobrut
Tobrut lahir dari budaya shitposting, tapi kini mulai menyeberang ke meme arus utama. Ia menempati ruang di mana keabsurdan adalah bentuk komunikasi paling jujur.
Perkembangan unik:
-
Dari kata jorok jadi meme yang relatif diterima publik
-
Digunakan lintas gender (tidak hanya oleh laki-laki)
-
Menjadi bagian dari “bahasa gaul digital”
Apa yang Kita Pelajari dari Istilah Ini?
Istilah seperti tobrut menunjukkan bahwa:
-
Generasi digital sangat visual: Tubuh jadi bahasa ekspresi dan konsumsi.
-
Netizen suka bermain dengan ambiguitas: Sesuatu bisa lucu, sinis, sekaligus seksis dalam satu kata.
-
Bahasa berkembang tak melulu sopan: Tapi mencerminkan realitas digital yang mentah dan tanpa sensor.
Perlu Dikritisi atau Diterima?
Kita tidak bisa membenarkan semua penggunaan istilah ini. Tapi kita juga tidak bisa mengabaikan fakta bahwa tobrut adalah bagian dari ekosistem budaya digital saat ini.
Yang bisa kita lakukan:
-
Mengedukasi: Pahami konteks sebelum menyebarkan kata tersebut.
-
Menarik garis batas: Bercanda boleh, tapi jangan sampai melukai atau melecehkan.
-
Menggunakan secara kritis: Kadang, tobrut bisa jadi alat satir untuk menyadarkan banyak orang.
Penutup: Tobrut dan Kita
Tobrut bukan sekadar candaan dada. Ia adalah produk dari attention culture, shitposting literacy, dan cara generasi sekarang berekspresi dalam absurditas dunia maya.
Lucu? Iya.
Vulgar? Bisa jadi.
Relevan? Jelas.
Tinggal kita yang memilih: ingin ikut-ikutan tanpa sadar, atau menjadikannya bahan refleksi tentang bagaimana tubuh, bahasa, dan budaya saling berkelindan di layar smartphone kita.
Kalau kamu ditanya apa arti tobrut, kamu mau jawab yang mana?
Yang jujur, atau yang nyindir? 😏