Kartu kredit adalah alat transaksi yang praktis dan fleksibel, namun di balik kemudahannya tersimpan tanggung jawab besar. Ketika tagihan kartu kredit tidak dibayar tepat waktu atau dibiarkan menumpuk hingga tak mampu dibayar, kondisi ini dikenal sebagai credit card macet. Bagaimana bank memperlakukan nasabah yang mengalami kondisi ini? Mari kita kupas langkah-langkah yang biasanya dilakukan bank dalam menangani kredit macet.
1. Peringatan dan Penagihan Awal
Ketika seorang nasabah telat membayar tagihan, bank akan langsung memberikan peringatan:
-
Hari ke-1 hingga ke-30 keterlambatan: Bank mengirimkan notifikasi lewat SMS, email, atau telepon. Biasanya disebut sebagai early reminder.
-
Hari ke-31 hingga ke-60: Bank akan mulai melakukan penagihan aktif, baik melalui telepon langsung, surat tertulis, hingga kunjungan lapangan ringan.
Bank akan mencoba menagih secara persuasif terlebih dahulu. Tujuannya adalah mendorong pembayaran tanpa harus masuk ke proses hukum atau pencatatan buruk di BI Checking (SLIK OJK).
2. Denda dan Bunga Berjalan
Keterlambatan pembayaran akan dikenakan:
-
Denda keterlambatan (sekitar Rp150.000 atau 3% dari total tagihan, tergantung kebijakan).
-
Bunga berjalan atas saldo yang belum dibayar, biasanya berkisar antara 1,75% hingga 2,25% per bulan.
Semakin lama keterlambatan, semakin besar akumulasi utang karena efek bunga majemuk dan denda yang terus bertambah.
3. Pelaporan ke SLIK OJK (BI Checking)
Jika keterlambatan mencapai 90 hari atau lebih, bank akan melaporkan status kartu kredit tersebut ke Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK, yang sebelumnya dikenal sebagai BI Checking. Skor kredit nasabah akan memburuk (kolektibilitas level 3 ke atas), yang berakibat:
-
Sulit mengajukan pinjaman di masa depan.
-
Ditolak saat mengajukan kartu kredit baru atau KPR.
4. Alihkan ke Tim Collection dan Debt Collector
Jika setelah 90 hari tagihan belum juga dibayar, akun tersebut biasanya:
-
Dialihkan ke tim internal collection yang lebih intensif.
-
Diteruskan ke pihak ketiga (debt collector) untuk penagihan lapangan.
Debt collector yang bekerja sama dengan bank harus tunduk pada etika penagihan sesuai regulasi OJK dan Bank Indonesia. Mereka tidak boleh melakukan kekerasan, ancaman, atau mempermalukan nasabah di depan umum.
5. Penawaran Restrukturisasi atau Program Keringanan
Sebagian memberi kesempatan kepada debitur untuk:
-
Melakukan restrukturisasi utang, misalnya dengan cicilan tetap dan bunga ringan.
-
Mengajukan program keringanan, seperti diskon pelunasan (settlement) jika bersedia membayar sebagian besar utang secara sekaligus.
Restrukturisasi ini sering disebut sebagai penjadwalan ulang kredit dan dapat membantu nasabah keluar dari jerat utang secara lebih ringan.
6. Tindakan Hukum (Langka, Tapi Mungkin)
Jika nominal utang cukup besar dan upaya penagihan gagal, bisa menempuh:
-
Gugatan perdata melalui pengadilan untuk menuntut pembayaran.
-
Dalam kasus tertentu yang mengandung unsur penipuan, bank dapat melaporkan secara pidana. Namun, gagal bayar kartu kredit murni (tanpa penipuan) umumnya masuk ranah perdata, bukan pidana.
7. Blacklist Internal dan Reputasi Finansial
Terakhir, nasabah dengan riwayat kredit macet akan:
-
Masuk daftar hitam internal bank.
-
Sulit dipercaya kembali oleh lembaga keuangan mana pun.
Proses pemulihan nama baik bisa memakan waktu bertahun-tahun, bahkan setelah utang dilunasi.
Pembukuan Kartu Kredit Macet
Pembukuan terkait kartu kredit macet masuk dalam sistem akuntansi dan pelaporan risiko keuangan yang sangat ketat. Ketika tagihan kartu kredit nasabah tidak dibayar dalam jangka waktu tertentu, bank harus melakukan pencatatan dan perlakuan akuntansi khusus sesuai dengan standar akuntansi dan ketentuan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Berikut adalah penjelasan ringkas bagaimana kartu kredit macet dicatat dalam pembukuan:
1. Klasifikasi Kolektibilitas Kredit
Bank mengelompokkan kredit (termasuk kartu kredit) berdasarkan kualitas pembayaran nasabah. Berdasarkan ketentuan OJK (POJK No. 11/POJK.03/2015), kredit diklasifikasikan sebagai berikut:
-
Lancar (kolektibilitas 1): Pembayaran tepat waktu.
-
Dalam perhatian khusus (kolektibilitas 2): Keterlambatan 1–90 hari.
-
Kurang lancar (kolektibilitas 3): Keterlambatan 91–120 hari.
-
Diragukan (kolektibilitas 4): Keterlambatan 121–180 hari.
-
Macet (kolektibilitas 5): Keterlambatan lebih dari 180 hari.
Begitu kredit masuk ke kolektibilitas 5, maka wajib mencatatnya sebagai kredit macet (non-performing loan / NPL).
2. Pencadangan Kerugian Kredit (CKPN)
Bank wajib menyisihkan Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) terhadap kredit macet. CKPN adalah semacam “tabungan” internal yang disiapkan bank untuk menutup potensi kerugian akibat kredit yang tak tertagih.
Contoh:
-
Jika total piutang kartu kredit yang macet Rp100 juta dan diperkirakan hanya bisa ditagih Rp10 juta, maka harus mencadangkan Rp90 juta sebagai kerugian.
CKPN dicatat sebagai beban dalam laporan laba rugi dan sebagai pengurang aset (piutang) di neraca.
3. Penurunan Nilai Aset (Impairment)
Dalam laporan keuangan, kredit macet akan dicatat dengan nilai yang telah disesuaikan (net realizable value), yaitu nilai piutang setelah dikurangi cadangan kerugian. Ini mencerminkan nilai riil yang mungkin bisa dikembalikan bank.
4. Penghapusbukuan (Write-Off)
Jika sudah tidak memiliki harapan lagi untuk menagih utang tersebut, maka:
-
Piutang dinyatakan sebagai write-off alias penghapusbukuan.
-
Namun penghapusbukuan bersifat administratif, bukan berarti bank membebaskan utang. Bank tetap berhak menagih ke nasabah.
-
Piutang tersebut bisa dialihkan ke agen penagih (debt buyer), dan hasil penjualan dicatat sebagai pendapatan lain-lain.
5. Dampak Terhadap Laporan Keuangan
-
Meningkatnya NPL akan menurunkan laba bersih, karena bank harus menambah CKPN.
-
Rasio NPL naik → bank bisa mendapat peringatan atau sanksi dari OJK.
-
Bank akan terlihat kurang sehat secara finansial jika terlalu banyak kredit macet.
6. Audit dan Pelaporan Regulator
Semua pencatatan terkait kartu kredit macet wajib:
-
Diaudit oleh auditor eksternal.
-
Dilaporkan secara berkala ke OJK dan Bank Indonesia.
-
Dilengkapi dengan dokumentasi penagihan, surat restrukturisasi, hingga alasan write-off.
Bagi bank, kartu kredit macet bukan sekadar masalah nasabah tidak membayar. Ia berdampak langsung pada kesehatan keuangan bank, kelayakan kredit, reputasi, dan bahkan izin usaha. Oleh karena itu, sistem pembukuan dan pelaporan untuk kredit macet diatur secara ketat agar transparan dan akuntabel.
Penutup: Solusi Terbaik adalah Komunikasi
Jika Anda mengalami kesulitan membayar kartu kredit, langkah terbaik adalah segera berkomunikasi dengan pihak bank. Mereka cenderung terbuka pada solusi yang menguntungkan kedua belah pihak, selama ada itikad baik dari nasabah.
Lebih baik membicarakan kesulitan secara jujur daripada menunggu hingga utang membengkak dan menjadi masalah hukum. Bijaklah menggunakan kartu kredit—karena sekali macet, pemulihannya tak semudah menggesek kartu saat belanja.