Jadi anak buah Ahok, ternyata gampang-gampang susah. Ada yang merasa senang, ada yang harus menyesuaikan dan malah ada yang justru merasa susah. Mungkin salah satunya adalah Rustam Effendi, Wali kota Jakarta Utara ini sudah dipercaya menjadi walikota oleh AHok, tapi malah mengundurkan diri.Apa sebabnya?
Walikota Jakarta Utara itu memutuskan mundur dari jabatannya hanya karena merasa sakit hati dan kecewa lantaran Ahok memarahinya di depan umum dan menyebutnya bersekongkol dengan Yusril Ihza Mahendra karena sudah sekian lama tidak melaksanakan pemindahan atau penggusuran warga di sekitar Luar Batang.
Sehari sebelum mengundurkan diri, Rustam Efendi sempat menumpahkan isi hatinya alias curhat melalui akun Facebooknya. Namun apa yang diperbuat Rustam ini justru malah menuai kecaman dari para netizen.
Pejabat Jangan Bawa Perasaan
Sangat disayangkan bila Rustam Efendi memilih mundur dari jabatannya sebagai walikota sebagai kompensasi dari rasa kecewa dan sakit hatinya. Sebagai anak buah Ahok, mestinya dia sadar bahwa bosnya sekarang ini memang agak ‘gila’ dan tidak seperti pejabat-pejabat lain yang pernah ada.
Mungkin Rustam Efendi ini sudah terbiasa dengan cara lama dalam bergaul dan mengabdi kepada atasannya. Mungkin yang dulunya dengan gaya ‘asal bapak senang’ atau ikut-ikutan main golf dengan pejabat-pejabat lain sehingga Rustam punya banyak ‘teman’ dan merasa nyaman karena tak akan ada yang menganggu karirnya.
Tapi kini, ada bos baru yang namanya AHOK. Manusia yang tak punya takut dan hanya ingin anak buahnya bekerja sebaik-baiknya untuk mengabdi kepada warga Jakarta sesuai dengan arahan yang diberikan dan dituntut untuk patuh pada instruksinya.
Rustam dianggap lamban dan seolah membangkang terhadap perintah atasan. Ahok menilai Rustam sengaja memperlambat atau menghalang-halangi keinginan Ahok untuk segera merelokasi warga di daerah Luar Batang. Ahok juga curiga jangan-jangan Rustam Efendi termasuk pendukung Yusril yang pernah menyatakan bahwa dia tak akan melakukan penggusuran pemukiman warga.
Rustam tampaknya tidak bisa menterjemahkan dengan baik instruksi kerja yang disampaikan oleh Ahok terkait dengan relokasi warga seputar Luar Batang. Ahok mengatakan bahwa Rustam telah terpengaruh Yusril itu sebenarnya hanya ingin sebatas menegur saja, agar kinerjanya menjadi baik. Namun Rustam Efendi salah tangkap dan menganggapnya Ahok telah memfitnah dirinya.
Rustam dalam bekerja seharusnya tidak perlu merasa sakit hati bila atasannya marah. Bukankah sudah biasa bila atasan menegur atau memarahi bawahannya. Bukankah sudah ada prinsip bahwa ‘Bos selalu benar’ dan tidak mau disalahkan.
Sebagai PNS yang sudah menduduki jabatan tinggi di lingkungan PemProv DKI, seharusnya Rustam Efendi menanggapi sikap keras dari Ahok dengan cara yang bijak sehingga bisa menjadi contoh pegawai yang lainnya. Menjadi anak buah, tentu tak boleh BAPER (Bawa perasaan) bila ditegor oleh atasannya.
Bila memang merasa dirinya benar atau tidak ada sangkut paut dengan Yusril, maka seharusnya Rustam secara terpisah bisa mendatangi Ahok secara khusus untuk menyampaikan apa yang menjadi kendala dilapangan sehingga proses kierja menjadi tertunda-tunda. Hal ini tentu lebih baik, sehingga AHokpun juga akan mengetahui permasalahan yang terjadi dan bisa ikut membantu mencari solusi.
Mengundurkan diri dari jabatan hanya berdasarkan perasaan tidak suka atau sakit hati, sungguh tidak mencerminkan profesonalisme dalam bekerja. Justru berbalik menjadi terkesan angkuh dan sombong, sedangkan bila sudah duduk dalam suatu jabatan, tentu telah dianggap mampu dan dipercaya oleh pimpinannya.
Pejabat memang layak mengundurkan diri, bila merasa dirinya melakukan kesalahan besar dalam bekerja. Mengundurkan diri bukanlah suatu cara untuk menunjukkan bahwa dirinya benar.
Mengundurkan diri dari jabatan hanya berdasarkan perasaan tidak suka atau sakit hati kepada atasan adalah perilaku yang tidak mencerminkan profesionalisme dalam bekerja.
Kebiasaan Bermain Golf
Usut punya usut, ternyata Rustam Efendi ini punya hobi bermain golf. Ahok sebenarnya tidak begitu suka bila ada PNS yang hobi bermain Golf. Sebab olahraga permainan Golf hanyalah untuk kalangan orang-orang yang kelebihan uang.
Apakah PNS tidak boleh bermain Golf? “Boleh saja, asal pekerjaannya beres”, begitulah kira-kira kata Ahok.
Namun pada kenyataannya, para PNS yang bermain Golf hanya orang-orang tertentu saja dan membentuk sebuah grup. Konon kabarnya, yang tertinggal sebagai anggota grup Golf hanyalah Rustam Effendi, sedangkan yang lainnya sudah tidak ada yang menduduki jabatan strategis di lingkungan PemProv DKI.
Apakah sebelumnya Ahok telah mencium adanya perilaku negatip (korupsi) dari para pejabat PemProv DKI yang hobi bermain Golf ini termasuk Rustam Effendi?
Hanya Tuhan dan Ahok saja yang tahu.
#donibastian