Tak ada Pejabat Daerah yang sepopuler Ahok saat ini. Seluruh media cetak dan elektronik termasuk media sosial tidak henti-hentinya membicarakan segala hal terkait pernyataan dan keberadaannya sebagai Gubernur DKI. Ahok seolah tampil bagai seorang selebritis yang namanya bagitu moncer dibicarakan banyak orang, terlebih yang terkait dengan sikapnya yang begitu berani bahkan cenderung melampaui batas ketika menggunakan kata-kata kasar dalam memberikan pernyataan.
Terlepas dari statusnya sebagai pejabat daerah yang seringkali memberikan pernyataan kontroversial, sebagai manusia biasa, disatu sisi Ahok tentu punya kelemahan yang mungkin saja tak pernah disadarinya. Sesungguhnya ada 5 (lima) hal pokok yang bersifat negatip dari keberadaan Ahok sebagai Gubernur DKI adalah sebagai berikut :
1. Terkesan sombong, arogan dan seringkali mempermalukan orang lain di depan umum
Niat Ahok tentunya baik, namun sayang bila dilaksanakan dengan menggunakan cara yang tidak tepat. Ahok gemar memarahi dan cenderung merendahkan orang lain termasuk anak buahnya sendiri di depan khalayak ramai. Cara seperti ini memang cukup efektip digunakan untuk untuk memberi sinyal tegas kepada siapapun agar kembali pada jalan yang benar dan mendudukkan segala sesuatu kembali kepada tempatnya sesuai peraturan yang berlaku.
Namun demikian Ahok mungkin juga telah lupa, bahwa setiap orang tidak lah seperti dirinya. Manusia memiliki sifat dan karakter masing-masing dengan tingkat intelektual dan moral yang berbeda-beda. Ahok menggunakan strategi ‘memecah batu’. Memang dengan sekali pukul, batu akan bisa terpecahkan, namun percikannya bisa saja melukai dirinya sendiri. Maksudnya adalah dampak dari perilakunya yang suka mempermalukan orang lain dimuka umum, secara non teknis bisa menjadi boomerang baginya. Siapapun yang dipermalukan, bukannya menjadi insaf, tetapi mungkin saja justru berbalik menjadi benci dan antipati.
2. Menggunakan kata-kata yang tidak pantas diucapkan
Ahok ketika diajak berbicara masalah perilaku korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat, baik dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi, secara spontan Ahok demikian mudah menggunakan kata-kata yang tak pantas yang digunakannya untuk mencaci-maki pihak-pihak yang dibencinya. Ahok memang tidak pernah membeci individu, namun lebih fokus kepada perilaku jahat para pejabat yang mencuri uang rakyat. Meski itu tidak melanggar hukum namun jelas melanggar norma etika dan kesopanan, apalagi dia sebagai pejabat publik yang seharusnya bisa memberi contoh bagaimana menyampaikan pendapat yang santun di muka umum.
3. Menyalahkan pihak lain dan bersikap egois dengan menganggap dirinya selalu benar
Dalam beberapa kasus, apalagi menyangkut keberadaan pihak atau instansi lainnya, Ahok tidak jarang cenderung bersikap mencari-cari kesalahan untuk menutupi kelemahan diri sendiri. Kita ambil contoh misalnya ketika terjadi banjir di Jakarta. Ahok menyalahkan pihak PLN yang memutuskan aliran listrik yang diperlukan untuk menyalakan mesin pompa penyedot air. Mungkin saja dari pihak PLN juga punya alasan yang krusial dan masuk akal dengan kebijakan mereka memutuskan aliran listrik pada area tertentu. Namun Ahok tetap saja bersikeras, dan menumpahkan semua kesalahan kepada pihak PLN, padahal sesungguhnya Ahok dalam hal ini dinilai gagal sebab tidak mampu mengantisipasi hal tersebut dengan membangun pembangkit listrik sendiri (genset). Contoh lainnya adalah ketika menemui kendala dalam mecahkan suatu permasalahan yang mana timbul karena tidak memperoleh dukungan dari kebijakan pemerintah pusat.
4. Menggunakan jalan pintas dengan melarang segala kegiatan yang berpotensi melanggar aturan
Ditengarai ada beberapa permasalahan terkait dengan pelaksanaan ibadah agama tertentu, yang mana Ahok demikian mdah membuat peraturan untuk melarang kegiatan keagamaan tersebut demi menjaga kebersihan kota dan ketertiban/keamanan masyarakat Jakarta. Hal ini dinilai terlalu berlebihan, sebab seharusnya Ahok tak perlu membuat aturan pelarangan kegiatan ibadah, namun cukup dengan mengatur pelaksanaan kegiatan keagamaan tersebut, sehingga disatu sisi secara konsisiten menghargai toleransi antar umat beragama dan di sisi lainnya tetap dapat menjaga kebersihan lingkungan dan ketertiban umum. Juga terkait penyelesaian masalah kemacetan di jalan-jalan utama dan penertiban pedagang kaki lima, Ahok seolah tidak berpihak kepada masyarakat berpenghasilan rendah dengan melarang sepeda motor menggunakan jalur-jalur tertentu dan mengubah jalur sehingga menjadikan waktu tempuh yang makin bertambah panjang dan menjadi tidak efisien. Pedagang kecil dipindahkan ke lokasi tertentu, namun tidak cukup menjamin keberlangsungan usaha mereka.
5. Tidak maksimal menggunakan sarana komunikasi dan musyawarah dalam menyelesaikan masalah
Ahok lebih suka memberi pernyataan terbuka dalam menanggapi keluhan dan aspirasi masyarakat daripada mengundang mereka untuk berdiskusi dan bermusyawarah dalam mencapai mufakat. Hal ini sangat jelas terjadi pada kasus penolakan dari ormas tertentu yang tidak menginginkan Ahok sebagai Gubernur terkait isu keagamaan. Ahok seolah mempersempit kesempatan untuk membuka komunikasi dalam menyelesaikan persoalan, yang membuka peluang perang opini di media masa dan berakibat makin lebarnya jurang pemisah diantara kedua pihak.
.oOo.
Artikel mendatang : 5 (lima) Hal Positif dari Ahok Sebagai Gubernur DKI