MAU PILIH PEJABAT BAJINGAN TAPI SANTUN?? Sebentar lagi akan digelar Pilkada serentak di seluruh Indonesia. Inilah saatnya memilih pejabat kepala daerah yang mampu tampil sebagai figur untuk memperbaiki berbagai persoalan dan mewujudkan kemajuan di segala bidang. Namun demikian, memilih pejabat kepala daerah ternyata tak semudah mengerdipkan mata. Apalagi sekarang ini publik telah digiring paksa ke ranah politik, yang mana fenomena ini tak biasa terjadi setelah puluhan tahun negeri ini tak dijajah lagi.
Semua orang sekarang ini, sadar atau tidak. telah bermain politik sebisanya. Yang kelas elit tentu berperan dengan kapasitas yang lebih besar, sedangkan kawulo alit bermain dengan gaya ala pasar. Setiap individu sudah berani tampil layaknya pengamat politik yang ahli, meski wawasannya baru sebatas kelas teri.
Lihat saja di dunia maya. Akun-akun media sosial berseliweran status bernuansa politis. Mereka menghimbau, mengajak bahkan tak sedikit yang memaksa dengan dalil-dalil agama.
“Lebih baik pilih pemimpin yang santun jangan yang kasar” kata seorang istri calon Gubernur DKI. Weii lha dalaahh.. Maksudnya bagaimana ini?
Apakah memilih pemimpin diukur dari kesantunannya dalam bicara? Lalu apa ukurannya kesantunan itu? Apakah kalau ada orang yang bicaranya halus, tidak pernah ngomiong kasar, lalu serta merta dibilang pejabat santun? Bagaimana perilakunya diluar itu? Apakah perilaku pejabat yang suka menyalahgunakan wewenang dan kekuasaannya untuk mengeruk keuntungan pribadi dan golongannya, sudah tak significant lagi dinilai hanya karena sikapnya yang santun jika berbicara?
Saya bukannya semata-mata setuju atau mendukung jika ada orang, apalagi pejabat berbicara kasar dan kotor. Tapi lihat-lihat dulu, dia sedang berada di dalam konteks apa? Kalau kita semua mau jujur, adakah pejabat yang berbicara kasar atau kotor, tanpa ada konteks permasalahan yang jauh lebih penting?
Bicara tentang pejabat bermulut comberan, tentu tak lepas dari AHOK Cagub DKI petahana. Sebagian orang menilai, AHOK sebagai pejabat tidak pantas berkata kasar lagi jorok. Tapi kalau mau membuka mata lebar-lebar, tak hanya AHOK yang berbicara kasar.
Sebutlah walikota Surabaya Risma, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo juga almarhum Gusdur, mereka semua adalah tokoh yang banyak dikenal oleh masyarakat, tapi merekapun juga tak segan bicara kasar dan menyebut “BAJINGAN”, tapi tentu dalam konteks tertentu.
Jika ada pejabat yang semestinya menjaga amanah yang diberikan oleh rakyat, tapi justru mencuri uang rakyat, bukankah sangat layak disebut bajingan? Jika ada pihak-pihak tertentu yang merugikan kepentingan masyarakat luas, kenapa protes jika mereka dibilang Bajingan? Jika ada organisasi masyarakat yang seharusnya menjaga ketenteraman dan kerukunan warga, tapi malah membuat kerusuhan dan pengerusakan, salahkah bila mereka diberi predikat Bajingan?
Nah, kemudian jika dianalisis lebih jauh, apakah para tokoh yang pernah mengucap kata-kata kotor dan kasar itu lalu dengan serta merta dinilai sebagai orang yang tidak santun?
Sebaliknya, apakah para pejabat koruptor yang telah menguras harta rakyat miliaran bahkan triliunan rupiah itu di nilai sebagai pejabat santun? Apakah pejabat dengan gayanya bicara yang halus dan tidak menyakiti perasaan namun belakangan berstatus sebagai narapidana disebut sebagai pejabat yang sopan?
Janganlah mengelak dari realita banyaknya pejabat yang bicaranya santun dan sopan kepada seiapa saja, tapi tiba-tiba tertangkap OTT KPK dan masuk bui karena terlau serakah makan duit hasil korupsi.
Jadi bagaimana sekarang? Kita mau memilih pajabat yang seperti apa? Apakah kita sedang mencari figur pejabat yang santun tapi jujur, cerdas, dan anti korupsi? Bukankah tak ada manusia yang sempurna?
Orang yang bicaranya kasar lagi jorok, tapi punya sifat jujur dan anti korupsi, itu sudah satu paket. Orang yang santun, tapi koruptor, itu juga satu paket. Ibarat makanan. rasanya gurih tapi pedas. Tinggal pilih saja, masing-masing semua sudah berupa paket.
Oleh sebab itu, harus diubah cara berpikirnya. Memilih pejabat kepala daerah, dan pejabat lainnya, yang dinilai adalah hasil kerja dan kebijakannya yang adil.
Adil berarti menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, memperlakukan segala sesuatu sesuai dengan kondisinya. Jika bukan haknya, ya jangan diambil dong. Tapi jika itu hak rakyat, ya salurkan kepada rakyat. Punya kekuasaan dan wewenang, jangan disalahgunakan dong. Itulah yang namanya pajabat yang adil.
Jadi, masih tetap mau pilih pejabat Bajingan tapi santun?
Terserah sajalah anda pilih yang mana, resiko tanggung sendiri..
.oOo.
Doni Bastian
‘Mau Pilih Pejabat Bajingan Tapi Santun?’