Dalam ekosistem keuangan modern, kredit memainkan peran penting dalam mendorong konsumsi dan pertumbuhan ekonomi. Namun, saat kredit bermasalah berubah menjadi kredit macet, muncul tantangan serius, baik bagi pemberi pinjaman (kreditur) maupun penerima pinjaman (debitur). Salah satu instrumen yang digunakan untuk menyelesaikan kredit macet adalah keterlibatan pihak ketiga: debt collector. Tapi bagaimana hukum mengatur peran mereka?
I. Debt Collector: Antara Solusi dan Kontroversi
Debt collector/DC (agen penagih utang) sering berada di tengah perdebatan antara upaya menyelamatkan aset perusahaan pembiayaan dan perlindungan hak asasi debitur. Praktik-praktik seperti intimidasi, pengambilan paksa kendaraan, hingga penagihan tidak manusiawi pernah menjadi sorotan tajam media dan publik.
Namun tidak semua DC melanggar hukum. Banyak juga yang bekerja sesuai standar operasional dan mematuhi etika. Inilah mengapa regulasi sangat penting untuk memastikan profesionalisme dan keadilan.
II. Kerangka Hukum Penagihan Kredit Macet
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
UU ini menjamin hak konsumen untuk diperlakukan secara layak dan manusiawi. Pasal-pasal penting:
-
Pasal 4 huruf a dan c: Konsumen berhak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan.
-
Pasal 8 ayat (1): Melarang pelaku usaha memberikan informasi yang menyesatkan atau memperlakukan konsumen dengan cara merendahkan.
➤ Implikasi hukum: Jika debt collector memaksa atau menghina debitur, bisa dituntut melanggar UU ini.
2. Surat Edaran Bank Indonesia No. 14/17/DASP Tahun 2012
SE ini memberikan pedoman teknis dan etika penagihan untuk perbankan, yang kemudian diadopsi juga oleh industri pembiayaan. Intinya:
-
Penagihan hanya boleh dilakukan pukul 08.00 – 20.00.
-
Harus menunjukkan identitas resmi dan surat tugas.
-
Dilarang menggunakan cara memaksa, mengintimidasi, atau kekerasan verbal maupun fisik.
➤ Catatan: Meski Bank Indonesia tak lagi mengawasi lembaga keuangan non-bank, surat edaran ini tetap dijadikan rujukan etika oleh OJK dan industri pembiayaan.
3. POJK No. 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan
Regulasi ini bersifat mengikat untuk semua perusahaan leasing, multifinance, dan lembaga pembiayaan. Inti aturan:
-
Penagihan wajib dilakukan oleh petugas yang bersertifikat.
-
Lembaga pembiayaan bertanggung jawab penuh atas semua tindakan pihak ketiga yang mereka tunjuk.
-
Harus tersedia mekanisme pengaduan dan SOP tertulis tentang cara menagih.
➤ Kekuatan hukum: OJK sebagai pengawas bisa memberikan sanksi administratif hingga pencabutan izin bila aturan ini dilanggar.
III. Putusan MK yang Mengubah Paradigma: MK No. 18/PUU-XVII/2019
Dalam putusan ini, Mahkamah Konstitusi menyatakan bahwa penarikan barang jaminan fidusia (misalnya kendaraan) tidak boleh dilakukan sepihak oleh kreditur, kecuali debitur menyetujui secara sukarela atau ada perintah pengadilan.
➤ Dampak putusan: Banyak praktik penarikan kendaraan oleh DC yang sebelumnya dianggap legal, kini berubah menjadi potensial pelanggaran hukum jika tanpa dasar hukum atau persetujuan tertulis.
IV. Konsekuensi Hukum bagi Debt Collector Nakal
Jika debt collector melanggar aturan hukum, terdapat beberapa jalur hukum yang bisa ditempuh:
A. Pidana
-
Pasal 368 KUHP (Pemerasan): Ancaman pidana hingga 9 tahun.
-
Pasal 335 KUHP (Perbuatan tidak menyenangkan): Ancaman pidana hingga 1 tahun.
-
Pasal 365 KUHP (Perampasan dengan kekerasan): Ancaman pidana hingga 12 tahun.
B. Perdata
Debitur dapat menggugat ganti rugi atas kerugian material dan immaterial akibat penagihan yang tidak sesuai hukum.
C. Sanksi dari OJK
Termasuk pembekuan izin perusahaan pembiayaan, denda administratif, hingga pencabutan izin usaha.
V. Studi Kasus
1. Kasus Penarikan Sepihak di Jakarta (2021)
Seorang debt collector menarik paksa motor dari seorang ibu rumah tangga di tengah jalan. Video viral memperlihatkan tindakan kasar. Polisi menyatakan tindakan itu masuk ranah pidana karena tidak ada surat tugas dan dilakukan dengan intimidasi.
2. Kasus PT Adira Dinamika vs Konsumen (2020)
Dalam gugatan perdata, pengadilan memenangkan debitur karena penarikan kendaraan dilakukan tanpa proses pengadilan. Perusahaan diwajibkan mengembalikan kendaraan dan membayar ganti rugi.
VI. Rekomendasi Bagi Kreditur, Debt Collector, dan Debitur
➤ Untuk Kreditur:
-
Gunakan jasa DC bersertifikat dan berpengalaman.
-
Terapkan SOP penagihan yang mengedepankan etika.
➤ Untuk Debt Collector:
-
Selalu bawa identitas dan surat tugas resmi.
-
Hindari tekanan, ancaman, atau tindakan fisik.
-
Ikuti pelatihan sertifikasi sesuai ketentuan OJK.
➤ Untuk Debitur:
-
Pahami hak-hak hukum Anda.
-
Jangan panik jika didatangi—minta bukti legalitas petugas.
-
Rekam proses penagihan jika perlu.
-
Laporkan ke OJK atau polisi jika terjadi pelanggaran.
Kesimpulan: Hukum sebagai Penengah Keadilan
Penagihan kredit macet adalah hak kreditur, namun tidak boleh dilakukan dengan melanggar hukum dan hak asasi manusia. Keberadaan debt collector tidak bisa dipisahkan dari sistem keuangan, tetapi harus dijalankan dalam kerangka hukum yang adil dan transparan. Dengan edukasi hukum yang baik, baik debitur maupun kreditur bisa terhindar dari konflik dan penyalahgunaan wewenang.