Prabu Siliwangi, atau yang memiliki nama asli Sri Baduga Maharaja, adalah salah satu figur paling karismatik dan dihormati dalam sejarah Sunda. Berkuasa di Kerajaan Pajajaran pada akhir abad ke-15 hingga awal abad ke-16, namanya tak hanya tercatat dalam naskah-naskah kuno, tetapi juga hidup subur dalam cerita rakyat dan legenda sebagai raja yang bijaksana, adil, dan sangat dicintai rakyatnya.
Sejarah Singkat Prabu Siliwangi
Sri Baduga Maharaja naik takhta pada tahun 1482 Masehi, menggantikan ayahnya, Dewa Niskala. Di bawah pemerintahannya, Kerajaan Pajajaran mencapai puncak kejayaan. Wilayah kekuasaannya membentang luas, mencakup sebagian besar Jawa Barat dan bahkan sebagian Jawa Tengah. Sumber sejarah seperti Naskah Wangsakerta dan Carita Parahyangan menggambarkan masa pemerintahannya sebagai periode keemasan yang ditandai dengan stabilitas politik, kemakmuran ekonomi, dan perkembangan budaya yang pesat.
Karakter dan Gaya Kepemimpinan
Prabu Siliwangi dikenal memiliki karakter yang kuat dan luhur. Ia digambarkan sebagai sosok yang bijaksana, berani, adil, dan sangat peduli terhadap kesejahteraan rakyatnya. Beberapa ciri khas gaya kepemimpinannya meliputi:
- Penerapan Hukum yang Adil: Siliwangi dikenal sebagai penegak hukum yang tegas namun adil. Ia tidak pandang bulu dalam menegakkan kebenaran, memastikan setiap lapisan masyarakat mendapatkan perlakuan yang sama di mata hukum.
- Memprioritaskan Kesejahteraan Rakyat: Salah satu fokus utamanya adalah meningkatkan taraf hidup rakyat. Ia mengembangkan sistem irigasi, mendorong pertanian, serta memperlancar jalur perdagangan, yang semuanya berkontribusi pada kemakmuran Pajajaran.
- Menghargai Keberagaman: Meskipun dikenal sebagai raja yang kuat, Siliwangi juga dihormati karena kemampuannya dalam menyatukan berbagai kelompok masyarakat dan kepercayaan. Ia toleran terhadap perbedaan, menciptakan suasana harmonis di kerajaannya.
- Strategis dan Visioner: Prabu Siliwangi memiliki pandangan jauh ke depan. Ia tidak hanya fokus pada masalah saat ini tetapi juga merencanakan masa depan kerajaannya, termasuk dalam hal pertahanan dan pengembangan wilayah.
Cerita Rakyat dan Legenda: Raja yang Dicintai Rakyatnya
Popularitas Prabu Siliwangi tidak hanya bersumber dari catatan sejarah, tetapi juga dari banyaknya cerita rakyat dan legenda yang beredar di masyarakat Sunda. Kisah-kisah ini seringkali menggambarkan keajaiban dan karomah yang melekat padanya, memperkuat citranya sebagai pemimpin ideal:
- Prahara Perang Bubat: Meskipun tragis, kisah Perang Bubat seringkali dikaitkan dengan karisma Siliwangi, di mana ia berusaha melindungi kehormatan kerajaannya.
- Kesaktian dan Kemampuan Gaib: Banyak cerita yang mengisahkan kesaktian Prabu Siliwangi, seperti kemampuannya berubah menjadi macan putih, sebuah simbol kekuatan dan keberanian yang terus hidup dalam mitologi Sunda.
- Pernikahan dengan Nyi Roro Kidul: Legenda ini, meskipun lebih bersifat mitos, menunjukkan bagaimana masyarakat mengagungkan Siliwangi hingga mengaitkannya dengan penguasa dunia lain, mencerminkan kekuatan dan pengaruhnya yang luar biasa.
- Berinteraksi Langsung dengan Rakyat: Beberapa legenda menceritakan bagaimana Siliwangi sering turun langsung ke tengah rakyatnya, menyamar sebagai rakyat biasa untuk memahami kondisi mereka dan memberikan bantuan. Hal ini menumbuhkan rasa kedekatan dan cinta yang mendalam dari rakyatnya.
Hingga kini, nama Prabu Siliwangi tetap dihormati dan dikenang sebagai simbol kebesaran dan keagungan peradaban Sunda. Kisah-kisah tentangnya tak hanya menjadi hiburan, tetapi juga sarana untuk meneladani nilai-nilai kepemimpinan yang adil, bijaksana, dan penuh kasih sayang. Warisan Prabu Siliwangi bukan hanya tentang kekuasaan, melainkan tentang bagaimana seorang raja dapat mengukir sejarah dalam hati dan pikiran rakyatnya.
Kisah Akhir Prabu Siliwangi
Adalah salah satu bagian yang paling misterius dan kaya akan legenda dalam sejarah Sunda. Tidak ada catatan sejarah tunggal yang secara definitif menjelaskan akhir hayatnya, sehingga memunculkan berbagai versi, baik dari naskah kuno maupun cerita rakyat.
Berdasarkan Sumber Sejarah
Secara historis, Prabu Siliwangi yang bernama asli Sri Baduga Maharaja diperkirakan meninggal dunia secara alami pada akhir masa pemerintahannya, yaitu sekitar tahun 1521 Masehi. Ia adalah seorang raja yang memerintah dalam periode yang cukup panjang, dan kematian alami pada usia lanjut adalah hal yang umum terjadi bagi seorang penguasa di masa itu.
Meskipun demikian, beberapa sumber sejarah juga mengindikasikan adanya ketegangan politik dan militer menjelang akhir era Pajajaran, terutama dengan bangkitnya kekuatan Islam di wilayah pesisir. Penyerangan oleh Kesultanan Banten terhadap Kerajaan Pajajaran yang menyebabkan keruntuhannya terjadi setelah masa pemerintahan Prabu Siliwangi, namun suasana ini bisa jadi sudah mulai terasa di akhir hidupnya.
Berdasarkan Cerita Rakyat dan Legenda (Moksa)
Dalam cerita rakyat dan kepercayaan masyarakat Sunda, akhir hidup Prabu Siliwangi seringkali digambarkan dengan konsep moksa atau ngahiyang. Moksa adalah sebuah konsep spiritual dalam agama Hindu-Buddha di mana jiwa (atman) terbebas dari ikatan duniawi dan siklus kelahiran kembali (samsara).
Kisah yang paling populer dan banyak diceritakan adalah saat Prabu Siliwangi dihadapkan pada pilihan untuk memeluk agama Islam. Konon, salah satu putranya, Raden Kian Santang (yang kemudian dikenal sebagai Sunan Rahmat), berusaha mengislamkan sang ayah. Namun, Prabu Siliwangi memilih untuk mempertahankan kepercayaannya.
Untuk menghindari pertumpahan darah antara dirinya dan para pengikutnya dengan pasukan sang putra, Prabu Siliwangi bersama sebagian besar pengikut setianya memilih untuk menarik diri dan menghilang (moksa) di daerah tertentu. Ada beberapa versi lokasi moksa ini:
- Hutan Sancang, Garut: Ini adalah versi yang paling terkenal. Dikatakan bahwa Prabu Siliwangi bersama pasukannya moksa dan berubah wujud menjadi Macan Putih (Maung Bodas) dan macan-macan Sancang, yang hingga kini dianggap sebagai penjaga gaib tanah Sunda.
- Rancamaya, Bogor: Beberapa versi lain menyebutkan Prabu Siliwangi moksa di daerah Rancamaya, Bogor.
- Desa Pajajar, Majalengka: Ada juga kepercayaan di kalangan masyarakat Majalengka bahwa Prabu Siliwangi “ngahiyang” di desa ini.
- Pura Parahyangan Agung Jagatkarta, Bogor: Pura ini juga disebut-sebut sebagai tempat Prabu Siliwangi moksa.
Kisah moksa ini sangat melekat dalam benak masyarakat Sunda, menunjukkan betapa kuatnya citra Prabu Siliwangi sebagai raja yang sakti mandraguna dan dicintai rakyatnya, bahkan hingga akhir hayatnya yang “misterius”. Ini juga menjadi simbol perlawanan terhadap perubahan dan upaya untuk menjaga tradisi serta nilai-nilai leluhur Sunda.
Meskipun akhir hayat Prabu Siliwangi tidak tercatat secara definitif dalam sejarah, baik versi sejarah maupun legenda memberikan gambaran tentang betapa besarnya pengaruh dan warisannya dalam kebudayaan Sunda. Kisah moksa Prabu Siliwangi tetap hidup sebagai bagian tak terpisahkan dari identitas dan kebanggaan masyarakat Sunda.